Senin, 21 Maret 2011

Perencanaan yang Seimbang


Membuat suatu perencaaan yang baik pada wilayah yang kita cintai pasti akan membawa kebanggaan tersendiri. Apalagi bila hal tersebut dapat membawa manfaat yang besar bagi masyarakat luas. Awalnya saya tidak pernah terfikir apa itu Planologi, apa saja yang saya pelajari di Planologi dan apa sebenarnya arti dari Planologi itu. Yang saya tahu Planologi adalah ilmu mengenai perencanaan wilayah dan kota. Mendengar hal tersebut saya langsung tertarik karena saya ingin sekali dapat menyumbangkan ide-ide saya dan membantu pemerintah kota Siak, salah satu kota di Riau yang merupakan kota kelahiran saya yang saat ini sedang berusaha mengembangkan wilayahnya. Saya ingin membangun masyarakat dan wilayah yang baik agar tidak lagi terjadi ketidaknyamanan, ketidakteraturan dan kerusakan yang justru merugikan diri kita sendiri.
Perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Moekijat(1980), Perencanaan adalah hal memilih dan menggabungkan fakta-fakta serta hal membuat dan menggunakan dugaan-dugaan mengenai masa yang akan dating dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut Friedman, Perencanaan adalah cara berpikir mengatasi permasalahan social dan ekonomi untuk menghasilkan sesuatu dimasa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan kolektif dan mengusahakan keterpaduan dalam kebijakan dan program.
Perencanaan wilayah dan kota adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan, memperkirakan faktor-faktor yang mempengaruhi, menetapkan tujuan dan sasaran, menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut dan menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan ruang wilayah mencakup kegiatan perencanaan tata ruang. Perencanaan ini berkaitan dengan faktor-faktor produksi atau sumber daya untuk dimanfaatkan dan mencapai hasil optimal.
Tujuan adanya perencanaan yaitu untuk menciptakan kehidupan yang efisien, nyaman dan lestari. Tapi masih banyak sekali wiayah yang memenuhi hal tersebut. Maka disinilah perencanaan sangat dibutuhkan karena setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda, dan banyak yang terbatas serta tidak dapat diperbarui lagi. Ditambah lagi berkembang pesatnya kemampuan teknologi dan cepatnya perubahan manusia yang menuntut kehidupan yang lebih baik.
Perencanaan yang baik harus mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan dimasa yang akan datang. Sehingaa, sejak awal perlu adanya lokasi yang dipersiapkan dan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mengurangi dampak negative yang nantinya pasti akan muncul. Selain itu juga harus mampu mempercepat proses pembangunan ekonomi dan sebagai bahan acuan bagi pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan arah pertumbuhan ekonomi dan arah penggunaan lahan.
Perencaanaan yang baik juga harus memperhatikan lingkungan hidup. Tidak semua lahan dapat dibangun dan dijadikan pusat ekonomi. Perlu adanya keseimbangan pembangunan agar nantinya tidak muncul dampak-dampak negative yang justru merugikan masyarakat sendiri. Karena apabila semua lahan dibangun,hal itu akan menurunkan daya fungsi lingkungan hidup yang akhirnya memunculkan berbagai bencana lingkungan. Pembangunan perlu adanya pendistribusian hak-hak atas sumber daya alam dan lingkungan hidup secara adil baik bagi generasi saat ini maupun masa datang. Konsep pembangunan harus menghendaki jalannya pembangunan yang mengintegrasikan kepentingan ekonomi, sosial, dan perlindungan daya dukung lingkungan hidup secara seimbang dan berkeadilan.

Sumber:
Tarigan, Robinson.2005.Perencanaan Pembangunan Wilayah.Jakarta: Bumi Aksara.
Subagiyo, Henry.2008.”Pembangunan Berkelanjutan” dalam jurnal edisi 40/XIII/2007.http.www.akhirnya terbitjuga.org.

PURWODADI : The Agricultural City



Purwodadi adalah ibu kota Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah Indonesia dengan geografi berbentuk lembah yang diapit oleh dua pegunungan kapur, yaitu Pegunungan Kendeng di bagian selatan dan Pegunungan Kapur Utara di bagian utara yang keduanya membujur dari barat ke timur. Dua pegunungan ini terdiri dari hutan jati, mahoni dan campuran yang memiliki fungsi sebagai resapan air hujan ,juga sebagai lahan pertanian meskipun dengan daya dukung tanah yang rendah. Lembah yang membujur dari barat ke timur merupakan lahan pertanian yang produktif, yang sebagian telah didukung jaringan irigasi. Lembah ini selain dipadati oleh penduduk juga terdapat banyak aliran sungai, jalan raya dan jalan kereta api.
Secara geografis luas wilayah Kabupaten Grobogan adalah 1.975,86 km². Dan merupakan wilayah terluas nomor dua setelah Kabupaten Cilacap.  Kabupaten Grobogan terbagi menjadi 19 Kecamatan dan 280 Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Blora di sebelah utara, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Semarang di sebelah selatan, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Blora di sebelah barat, serta Kabupaten Blora di sebelah timur.
 Asal mula disebut nama Grobogan, menurut tutur cerita, suatu ketika pasukan demak di bawah pimpinan Sunan Ngundung dan Sunan Kudus menyerbu ke pusat Kerajaan Majapahit. Dalam pertempuran tersebut pasukan demak memperoleh kemenangan gemilang. Runtuhlah Kerajaan Majapahit. Ketika Sunan Ngundung memasuki istana, dia menemukan banyak pusaka majapahit yang ditinggalkan. Benda - benda itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog, kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke demak. Di dalam perjalanan kembali ke Demak, grobog tersebut tertinggal di suatu tempat karena sesuatu sebab. Tempat itu kemudian disebut Grobogan. Dengan demikian "grobog" berarti tempat menyimpan senjata/ barang pusaka.
Sedangkan Purwodadi sebagai kota Kabupaten Grobogan mempunyai arti  "purwa" berarti "permulaan" (jawa : kawitan), "dadi" artinya "jadi" (jawa : dumadi). Jadi "yang mula - mula jadi, purwaning dumadi : sangkan paraning dumadi. Hal ini dikaitkan dengan cerita Aji Saka dengan carakan jawa-nya yang mengandung ajaran filsafat hidup dan kehidupan manusia "manunggaling kawula gusti", dari sejak asal mula manusia di dunia ini .
Saat ini, sebagian besar penduduk Grobogan bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai pengusaha buruh industri / konstruksi,  pedagang, dan pegawai negeri sipil / tni / polri, meskipun persentasenya sangat kecil.
 Grobogan merupakan daerah penanaman padi terluas ketiga di Jawa Tengah, tidak hanya dari produksi padi, produksi jagung Grobogan juga merupakan produksi terbesar di Jawa Tengah. Menyiasati kegagalan panen yang sering terjadi akibat banjir tahunan dan gangguan hama, sehabis panen raya petani Grobogan memanfaatkan lahan sawahnya untuk menanam kapas. Petani berhasil mengembangkan produksi tanaman kapas sehingga Grobogan terkenal sebagai penghasil kapas terbesar di Jateng. Produksi kapas Grobogan ini turut menyumbang kebutuhan serat kapas nasional yang pemenuhannya oleh produksi dalam negeri.
 Dari segi potensi pertanian, Kabupaten  Grobogan termasuk salah satu penyangga beras nasional,karena sebagian besar wilayah Grobogan adalah areal persawahan dimana hal itu ditunjang dengan pengairan yang baik yaitu dari Bendungan Klambu, Bendungan Sedadi, Bendungan Kedung Ombo dan lain - lain. Dari segi industri Kabupaten Grobogan juga sangat strategis ditinjau dari letaknya yang berdekatan dengan Semarang, Boyolali, Solo, Sragen, Blora, Pati, Kudus, dan Demak, hal itu sangat potensial sekali apa lagi ditunjang oleh tenaga kerja yang banyak dan berdedikasi serta loyalitas tinggi.
Banyak potensi kepariwisataan yang dimiliki baik wisata alam maupun seni budaya yang bisa dinikmati di Kabupaten Grobogan. Kini Grobogan memiliki sembilan objek wisata andalan. Sembilan objek wisata di Grobogan yang berpotensial maksimal yakni Bledug Kuwu, Waduk Kedung Ombo, Goa Macan dan Goa Lawa, air terjun Widuri, Api Abadi Mrapen, Makam Ki Ageng Selo, Ki Ageng Joko Tarub, dan Ki Ageng Lembu Peteng. Namun sayangnya, hingga saat ini potensial tersebut belum dimanfaatkan dan dikelola secara maksimal.
Di Kabupaten Grobogan ini juga terdapat masakan khas yaitu sweike dan garang asem serta oleh - oleh berupa garam dari bleduk dan kecap asli Purwodadi yang rasanya sangat unik dan enak untuk dinikmati. 




Sumber :
“Sembilan Objek Wisata Andalan Grobogan” dalam www.kompas.com. Edisi 6 September 2008.
“Purwodadi, Grobogan” dalam Wikipedia bahasa Indonesia. 16 September 2009.

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

ABSTRAK
Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya dianggap sebagai lahan marjinal, seperti lahan gambut, menjadi salah satu sasaran perluasan lahan. Selain berpotensi memberikan tambahan devisa dan kesempatan kerja bagi masyarakat, lahan gambut juga merupakan penyangga ekosistem terpenting karena simpanan karbon dan daya simpan airnya yang sangat tinggi.
Pembukaan lahan gambut dapat merubah ekosistemnya dan menguras simpanan karbon serta dapat menghilangkan kemampuannya dalam menyimpan air dan unsur hara. Dengan pengorbanan yang besar dari sisi kualitas lingkungan, penggunaan lahan gambut untuk pertanian memberikan keuntungan ekonomi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan lahan mineral. Setiap konversi lahan gambut akan menimbulkan dampak, baik itu positif mapupun negatif. Dampak positif berupa pemanfaatan lahan untuk pertanian. Sedangkan dampak negatif berupa dampak lingkungan global karena terganggunya sistem water table (sistem hidrologis secara keseluruhan).
Kata Kunci : gambut, kemampuan lahan, dampak.


PENGANTAR
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi bahkan keadan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Tingkat kecocokan pola penggunaan lahan dinamakan kelas kemampuan lahan. Kelas kemampuan lahan ditetapkan menurut macam pengelolaan atau syarat pengelolaan yang diperlukan berkenaan dengan pengendalian bahaya degradasi lahan atau penekanan risiko kerusakan lahan selama penggunaannya untuk suatu maksud tertentu. Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas, yaitu:
- Kelas I, merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah diolah, sangat responsif terhadap pemupukan dan memiliki sistem pengaliran air yang baik.
- Kelas II, merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai agak kasar, agak peka terhadap erosi.
- Kelas III, merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak miring dengan sistem pengairan air yang kurang baik. Dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat.
- Kelas IV, Merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring sekitar 12-30% dengan sistem pengairan yang buruk, masih dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat.
- Kelas V, merupakan lahan di wilayah yang datar atau agak cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat, seringkali tergenang air sehingga tingkat keasaman tanahnya tinggi.
- Kelas VI, merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di daerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30-45 %.
- Kelas VII, merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan kemiringan antara 45-65 % dan tanahnya sudah mengalami erosi berat. Tanah ini lebih sesuai ditanami tanaman tahunan (tanaman keras).
- Kelas VIII, merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan di atas 65 %, butiran tanah kasar dan mudah lepas dari induknya, rawan terhadap kerusakan, karena itu harus dibiarkan secara alamiah tanpa campur tangan manusia atau dibuat cagar alam.
Gambut adalah bahan tanah yang tidak mudah lapuk, terdiri dari bahan organik yang sebagian besar belum terdekomposisi atau sedikit terdekomposisi serta terakumulasi pada keadaan kelembaban yang berlebihan (Buckman dan Brady, 1982). Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000 tahun yang lalu (pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 6.800-4.200 tahun yang lalu (Andriesse, 1994).
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986).
Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik(C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk. Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 - 5. Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara.
Secara umum kemasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan organik maka kemasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki kemasaman lebih rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat masam akan menyebabkan kekahatan hara N, P, K, Ca, Mg, Bo dan Mo. Unsur hara Cu, Bo dan Zn merupakan unsur mikro yang seringkali sangat kurang (Wong et al. 1986, dalam Mutalib et al.1991.)
Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki lahan gambut terluas di Sumatera. Lahan gambut ini ada yang berupa hutan maupun hanya padang semak belukar. Saat ini, luas area lahan gambut di Riau semakin berkurang akibat adanya konservasi lahan yang dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dan perkebunan, seperti pertanian sayur-sayuran serta perkebunan kelapa dan kelapa sawit. Konservasi lahan ini mengakibatkan kemampuan lahan gambut menjadi meningkat, sehingga dapat dijadikan lahan pertanian. Namun, peningakatan kemampuan lahan gambut dan pengalihfungsiannya menjadi lahan pertanian dan perkebunan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan dan menyebabkan perubahan iklim global.

PEMBAHASAN
Provinsi Riau terletak di timur pulau Sumatera, secara geografis terletak antara 01005’00’’-02025’00’’ LU atau antara 100’00’00” BT-105005’00” BT. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan provinsi Sumatera Utara, sebelah selatan berbatasan dengan provinsi Jambi dan provinsi Sumatera Barat, sebelah timur dengan provinsi Kepulauan Riau dan Selat Malaka,serta sebelah barat berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat dan provinsi Sumatera Utara.
Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di Sumatera yaitu 4,044 juta hectar (56,1% dari luas lahan gambut Sumatera atau 45% dari luas daratan provinsi Riau). Lahan gambut di Riau termasuk dalam kelas kemampuan lahan ke V, karena memiliki tingkat keasaman yang tinggi dan kaya akan kandungan air. Lahan gambut ini tidak cocok dijadikan lahan pertanian dan lebih sesuai dijadikan padang rumput atau hutan gambut.
Perluasan pemanfaatan lahan gambut terus meningkat pesat. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di Provinsi Riau (WWF, 2008). Pengkonversian lahan gambut ini bertujuan untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan.
Gambar 1
Peta Lahan Gambut yang Berpotensi Dikonversi
Lahan gambut memiliki fungsi yang besar sebagai pengendali perubahan iklim global karena kemampuan lahannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon. Gambut juga memiliki kemampuan menjaga kestabilan sumber daya air bagi daerah sekitarnya dan pendukung keanekaragaman hayati. Pada saat musim kemarau gambut bisa melepaskan airnya ke daerah sekitar dan sebalik pada musim penghujan mampu menyerap cadangan air cukup besar. Selain itu, lahan gambut juga mampu mencegah intrusi air laut.
Saat ini, lahan gambut di Riau sangat terancaman keberadaannya dari upaya konversi lahan. Konversi lahan ini merupakan ulah manusia untuk mendapatkan keuntungan finansial semata tanpa memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Konversi lahan yang dilakukan berupa pembakaran lahan, penebangan pohon dan semak belukar lahan gambut dan pengalihfungsian lahan gambut menjadi lahan pertanian dan perkebunan.
Akibat konversi lahan gambut, kemampuan lahan gambut mengalami perubahan. Perubahan kemampuan lahan gambut ini disebabkan karena penurunan ketebalan tanah serta berkurangnya potensi tanah menyimpan air sehingga tingkat keasamannya berkurang. Perubahan kemampuan lahan gambut ini berupa perubahan kelas kemampuan lahan dari kelas V ke kelas IV. Perubahan dari kelas kemampuan lahan ini berarti lahan gambut yang awalnya tidak baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian karena tingkat keasamannya tinggi, dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkat pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat.
Penurunan ketebalan tanah dan berkurangnya potensi menyimpan air terjadi karena lahan gambut yang telah dikonversi kehilangan keanekaragaman hayatinya, sehingga lahan gambut tidak mampu lagi menyerap air yang datang pada musim penghujan maupun dari intrusi air laut. Selain itu, tidak adanya lagi tumbuhan yang mampu menyimpan air menyebabkan lahan gambut akan mengering. Gambut yang telah mengering tidak akan dapat menyerap air kembali. Perubahan menjadi kering tidak balik ini disebabkan gambut yang suka air berubah menjadi tidak suka air karena kekeringan, akibatnya kemampuan menyerap air gambut menurun. Berkurangnya kemampuan menyerap air menyebabkan volume gambut menjadi menyusut dan permukaan gambut menurun (ketebalan tanahnya menipis).
Perubahan kemampuan lahan gambut ini ada yang membawa dampak positif namun, ada juga yang membawa dampak negatif. Dampak positif perubahan kemampuan lahan gambut berupa beralihfungsinya lahan gambut dan dapat dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Perubahan kemampuan lahan gambut yang berupa penurunan ketebalan permukaan tanah membuat lahan gambut menjadi lebih subur, karena gambut yang tipis memiliki kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan gambut yang tebal.
Berkurangnya potensi lahan gambut dalam menyimpan kandungan air menyebabkan lahan gambut menjadi kering, sehingga kandungan asamnya juga menurun. Penurunan tingkat keasaman ini sangat berguna untuk pertanian dan perkebunan, karena budidaya tanaman menjadi lebih aman dari ancaman keracunan dan kebusukan akibat tingginya kandungan asam pada lahan gambut. Meningkatnya lahan pertanian dan perkebunan ini berarti juga turut meningkatkan kesejahteraan petani.
Namun, selain menimbulkan dampak positif, perubahan kemampuan lahan gambut juga menimbulkan dampak negatif. Perubahan kemampuan lahan gambut sehingga dapat dijadikan lahan pertanian dan perkebunan berupa penurunan ketebalan gambut dan berkurangnya potensi menyimpan pasokan air, ternyata menimbulkan masalah lingkungan yang besar.
Penurunan permukaan gambut menyebabkan menurunnya kemampuan gambut menahan air. Apabila gambut sudah mengalami penciutan, maka lahan gambut tersebut akan kehilangan kemampuannya dalam menyangga air banyak bila terjadi hujan deras sehingga dapat menyebabkan banjir pada daerah sekitarnya. Sebaliknya karena sedikitnya cadangan air yang tersimpan selama musim hujan, maka cadangan air yang dapat diterima oleh daerah sekelilingnya menjadi lebih sedikit dan daerah sekitarnya akan rentan kekeringan pada musim kemarau.
Selain menurunnya kemampuan lahan gambut menahan air, ada bahaya lain bila tanah mineral di bawah lapisan gambut adalah tanah mineral berpirit. Saat ini sebagian besar dari bekas kawasan gambut tersebut menjadi lahan sulfat masam aktual terlantar dan menjadi sumber pencemaran lingkungan perairan di daerah sekitarnya. Semakin tebal gambut, semakin penting fungsinya dalam memberikan perlindungan terhadap lingkungan, dan sebaliknya semakin menurun fungsinya jika dijadikan lahan pertanian. Pertanian di lahan gambut tebal lebih sulit pengelolaannya dan mahal biayanya karena kesuburannya rendah dan daya dukung (bearing capacity) tanahnya rendah sehingga sulit dilalui kendaraan pengangkut sarana pertanian dan hasil panen. Gambut tipis, tetapi berpotensi sulfat masam (mempunyai lapisan pirit relatif dangkal), juga sangat berbahaya kalau dikonversi menjadi lahan pertanian.
Bila terjadi konversi hutan gambut maka akan mempengaruhi unit hidrologi. Pada saat pohon ditebang, akan terjadi subsidensi sehingga tanah gambut yang sifatnya hidropobik tidak akan dapat lagi menyerap air. Pada saat tanah gambut yang didominasi oleh dahan, ranting, batang tersebut mengalami subsidensi ini menyebabkan bakteri pembusuk akan hidup di tanah gambut. Setelah bakteri pembusuk mulai mengdekomposisi tanah gambut yang terdiri dari dahan, ranting dan pohon, CO2 yang terkandung didalam bagian pohon tersebut akan teremisi keudara dan menutupi lapisan ozon yang akan menciptakan efek rumah kaca dan hal ini akan memacu pemanasan global yang berakibat naiknya suhu bumi dan berubahnya iklim dunia. Semakin tipis permukaan lahan gambut, semakin banyak pula karbon yang teremisi. Selain itu, konversi lahan yang berupa pembakaran hutan dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia dari segi kesehatan. Meningkatnya kebakaran menimbulkan asap yang banyak pula sehingga dapat mengganggu sistem pernafasan.
Ekosistem gambut merupakan penyangga hidrologi dan cadangan karbon yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Oleh karenanya, ekosistem ini harus dilindungi agar fungsinya dapat dipertahankan sampai generasi mendatang. Perlindungan lahan gambut dapat dilakukan dengan konservasi lahan. Perlindungan terhadap lahan gambut dimaksudkan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penyimpan air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang ada. Konservasi lahan gambut juga untuk meminimalkan teremisinya karbon tersimpan yang jumlahnya sangat besar.
Konservasi lahan gambut dapat dilakukan dengan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan gambut, penanaman kembali dengan tanaman penambat karbon tinggi (tanaman pohon-pohonan), pengaturan tinggi muka air tanah, memanfaatkan lahan semak belukar yang terlantar, penguatan peraturan perundang-undangan dan pengawasan penggunaan dan pengelolaan lahan gambut, dan pemberian insentif dalam konservasi gambut.
Pengkonversian lahan gambut dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama antara petani, masyarakat sekitar dengan pemerintah. Pemerintah berperan memberikan kebijakan peraturan dan perundang-undangan dan membatasi para petani maupun masyarakat sekitar agar tidak memanfaatkan lahan gambut secara berlebihan.
Apabila dikelola dengan baik dan benar lahan gambut bisa mendatangkan keuntungan ekonomi dan sekaligus mempertahankan karbon yang tersimpan serta memelihara keanekaragaman hayati. Pemanfaatan lahan gambut dengan merubah ekosistemnya tidak menjamin keuntungan ekonomi, bahkan seringkali mendatangkan kerugian bagi masyarakat,. Untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan lingkungan sekaligus dari lahan gambut diperlukan keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan.

KESIMPULAN
Lahan gambut  dapat  dimanfaatkan  untuk pertanian dan perkabunan secara menguntungkan  dan  berkelanjutan.  Namun,  di  sisi lain pengalihfungsian lahan gambut ini dapat menyebabkan  perubahan kemampuan lahan gambut dalam mnyimpan kandungan air, unsur hara dan keanekaragaman hayati. Kurangnya potensi menyimpan air dan unsur hara dapat berdampak buruk bagi  lingkungan. Hilangnya keanekaragaman hayati menyebabkan emisi CO2 dan dapat menyebabkan perubahan iklim global.
Pemanfaatan lahan gambut harus ditangani secara cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi lingkungan. Perlu adanya keseimbangan antara pemanfataan dan perlindungan agar keseimbangan ekosistem dan lingkungan tetap terjaga.



DAFTAR PUSTAKA

Agus, Fahmuddin dan I.G. Made Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
WWF. 2007. “Jikalahari, Universitas Riau dan Masyarakat Semenanjung Kampar:  Stop Konversi Semenanjung Kampar karena Memicu Perubahan Iklim” dalam Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau. santo@jikalahari.org. Diakses tanggal 20 Oktober 2010.
Rahmah, Ririn Ra’ifatur. 2006. “Kelas Kemampuan Lahan” dalam Media Pembelajaran Geografi Jurusan Pendidikan Geografi FIS-UNEAS. http://belajargeo-erinz.comoj.com/Page1289.htm. Diakses tanggal 20 Oktober 2010.
Sagiman, Saeri. 2007. “Pemanfaatan Lahan Gambut Dengan  Perspektif Pertanian Berkelanjutan”  dalam Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak.
___________________. 2006. “Pengaruh  Inokulasi  Bradyrhizobium  Japonicum  Asal  Gambut  Terhadap  Serapan  Hara N, P, K, Ca Dan  Mg  Oleh  Tanaman  Kedelai  Di  Lahan  Gambut Agripura” dalam Jurnal  Ilmu-ilmu  Pertanian  Fakultas  Pertanian UNTAN.Vol 2. No.1. Juni. 2006.

tugas perencanaan kota


Resume
“Demografi dan Karakteristik Kota”

Demografi
Jumlah penduduk selalu terkait dengan ruang karena dalam suatu ruang akan terlihat mana kawasan dengan penduduk padat dan mana yang tidak.  Penduduk terkait dengan:
-     jumlah
-     komposisi
-     distribusi
-     perkembangan
-     umur
-      perubahan
 Dalam perencanaan kota, hal penting yang harus diketahui terkait dengan penduduk adalah bagaimana struktur penduduk itu sendiri dan berapa populasinya. Contohnya adalah untuk mengukur cukupkah jumlah air untuk penduduk, maka yang perlu diketahui yaitu debit air dan jumlah penduduknya.
Struktur penduduk terkait dengan jumlah, persebaran dan komposisi penduduk. Jumlah penduduk selalu mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena adanya natalis (fertilitas), mortalitas dan migrasi. Penduduk suatu kawasan, selain harus di ketahui secara statistic (jumlah), juga harus diketahui bagaimana perilakunya (kebiasaan dan kesenangan. Misal, senang naik sepeda, senang naik angkot, dsb), dan juga harus diketahui bagaimana dampak dari jumlah dan perilaku penduduk tersebut.
Untuk memprediksi jumlah penduduk dimasa yang akan datang, terlebih dahulu harus diketahui berapa rata-rata pertumbuhan penduduknya. Jika pertumbuhan rata-rata penduduk lebih besar dari rata-rata pertumbuhan penduduk nasional, berarti kawasan tersebut mengalami pertumbuhan yang cepat, begitu pula sebaliknya.
Salah satu yang mempengaruhi jumlah penduduk adalah migrasi. Jumlah migrasi penduduk suatu kawasan juga harus diketahui untuk mempertimbangkan penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.  

Karakteristik Kota
            Secara umum, karakteristik kota dapat dilihat dari segi fisik, sosial dan ekonomi. Sedangakn secara bidang ilmu yaitu geografi, sosiologi, engineering, dll. Secara konsep berarti merencanakan kota sebagai wadah untuk menampung aktivitas. Sedangkan dari fungsinya yaitu perdagangan, industri, pariwisata dsb.
Karakteristik yang dapat dilihat dari suatu kota, yaitu:
-       Fisik,yaitu bangunan, infrastruktur dan tata guna lahan.
-       Sosial, yaitu penduduknya
-       Ekonomi, yaitufungsi sebagai produksi barang dan jasa yang merupakan mesin utama pertumbuhan suatu kota. Missal, investor dan pdrb.
Suatu kota akan cepat berkembang karena diminati oleh investor. Investor tertarik pada suatu kota karena banyak potensi dari kota tersebut, regulasi atau proses ijin yang cepat, tata ruang yang jelas, UMR yang tepat, dan adanya kinerja kerja yang bagus.
Dalam konteks ruang, kota dapat dibedakan secara internal dan eksternal. Secara internal, kota merupakan suatu kesatuan sistem. Sedangkan secara eksternal, kota selalu dipengaruhi dari luar.
Perencanaan kota/perkotaan merupakan salah jenis perencanaan berdasarkan hierarki spasial, yakni pada tingkat/skala kota atau kawasan perkotaan. Dalam hal ini perencanaan kota/perkotaan penyiapan dan antisipasi kondisi kota pada masa yang akan datang, dengan titik berat pada aspek spasial dan tata guna lahan, yang dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dalam mencapai kesejahteraan.